Pergeseran Paradigma

Dari Orientasi Pasar ke Orientasi Sosial

Gerakan buruh di Indonesia bukan hal baru. Sejak zaman Hindia Belanda, pekerja kereta api beberapa kali mogok kerja. Tuntutan mereka antara lain perbaikan lingkungan kerja dan tempat tinggal pekerja.

Setelah Indonesia merdeka, sebagian besar perhatian tentang gerakan buruh, seperti disebut peneliti buruh, Ratna Saptari, dalam Working Paper 2000.5 The Role of The Labour Unions in the Process of Democratisation in Asia: The Oslo Asia Workshop at SUM, ditujukan pada era Orde Baru. Padahal, organisasi buruh yang lahir semasa Orde Lama berperan penting di Indonesia.

Terutama pada masa demokrasi parlementer tahun 1950-an, gerakan buruh begitu kuat sehingga mendapat tempat di parlemen dan ikut mewarnai pengambilan keputusan. Salah satunya, saat tahun 1957 diusulkan larangan mogok kerja, organisasi buruh berhasil membatalkan usulan itu meskipun peran militer cukup kuat.

Keadaan berubah pada era Orde Baru. Organisasi buruh ”disederhanakan”. Berbagai organisasi buruh, kecuali yang berafiliasi dengan PKI menjadi terlarang, digabungkan. Ujung penggabungan melahirkan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang lebih menjadi corong pemerintah. Lalu Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) lahir tahun 1992 melalui tokoh gerakan madani, antara lain, Abdurrahman Wahid dan dipimpin Muchtar Pakpahan, untuk mengimbangi SPSI.

Ketika Orde Baru surut saat reformasi 1998, Presiden BJ Habibie tahun 1998 meratifikasi Konvensi Nomor 87 Organisasi Buruh Internasional tentang kebebasan berserikat. Setelah itu, 10 pekerja pun dapat mendirikan serikat buruh. Di dalam satu pabrik juga boleh berdiri lebih dari satu serikat buruh/serikat pekerja. Akibatnya, suara buruh terpecah.

Dua tahun terakhir, gerakan buruh yang lebih terorganisasi mulai bangkit. Pengajar di Universitas Atma Jaya dan kandidat doktor bidang hukum perburuhan, Surya Chandra, melihat gerakan buruh yang diawali keberhasilan-keberhasilan kecil memberi rasa percaya diri, antara lain terbangunnya Koalisi Aksi Jaminan Sosial. Meskipun cair, melalui aksi terorganisasi berhasil mengawal diundangkannya UU Badan Pengelola Jaminan Sosial akhir 2011. Aksi yang terorganisasi juga berhasil menolak kenaikan harga BBM Maret lalu.

Aksi spontan penutupan Jalan Tol Cikarang, Januari 2012, karena keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung soal upah memberi pelajaran aksi mogok dapat memaksa keadaan berubah. Karena itu, aksi damai May Day pada 1 Mei kembali digunakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Konfederasi SPSI, dan Konfederasi SBSI untuk mendesak pemerintah memperhatikan kesejahteraan buruh.

Terjadi pergeseran paradigma gerakan, dari orientasi pasar, yaitu mendapat keuntungan ekonomi untuk anggota, menjadi orientasi sosial untuk mengimbangi pasar. ”Isu yang dibawa bukan hanya untuk kepentingan buruh, melainkan juga masyarakat luas,” kata Surya.

Sama seperti isu feminisme ”apa yang bersifat pribadi/domestik adalah bersifat politis/publik”, isu yang dibawa aksi buruh pada 1 Mei berasal dari pengalaman para buruh di lingkup pabrik.

Perubahan gerakan buruh juga menarik diamati dari para aktivisnya. Dita Indah Sari pernah sangat militan semasa Orde Baru melalui Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia mengadvokasi pergantian pemerintahan untuk memperjuangkan buruh, kini menjadi Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurut Dita kepada Kompas Senin lalu, Pemilu 2009 menjadi titik balik. ”Harus ada yang menjadi jembatan antara buruh dan pemerintah. Saya diminta masuk ke pemerintahan. Mengapa tidak dicoba? Apakah akan larut, sangat tergantung pada pribadi orangnya,” kata Dita.

SUMBER BERITA :http://bheleque.wordpress.com