Isu Pabrik menjadi Isu Publik

”Seratus ribu buruh akan aksi damai dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Merdeka Jakarta saat May Day. Isu kami persoalan bersama seluruh masyarakat: jaminan sosial ditambah pendidikan murah dan tolak kenaikan harga BBM. Kami hanya menyuarakan apa yang jadi hak kami yang belum dipenuhi pemerintah. Kalau pemerintah belum mendengar, kami akan turun ke jalan.”

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal (43) mengucapkan hal itu di depan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, Senin (23/4) sore.

Iqbal dan ratusan wakil buruh diundang Menakertrans dalam penandatanganan kesepakatan penyediaan rumah murah bagi buruh. Acara itu juga dihadiri Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban, dan Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga.

Menurut Iqbal, buruh sudah memenuhi kewajibannya: bekerja dan membayar pajak. ”APBN yang Rp 1.400 triliun, 79 persen dari pajak dan 21 persennya pajak penghasilan, berarti dari upah buruh. Begitu terima upah sudah dipotong pajak. Itu yang harus dikembalikan menjadi subsidi rumah dan transportasi. Di APBN sama sekali tidak ada subsidi untuk buruh,” kata lulusan S-2 Fakultas Ekonomi UI itu.

Isu pabrik, isu publik

Tidak mudah mengorganisasi 100.000 orang untuk satu aksi bersama. Iqbal yang bertubuh kecil, tetapi selalu bersemangat mengatakan, 70.000 buruh berasal dari KSPI, sisanya dari KSPSI dan KSBSI. Aksi ini mereka organisasikan jauh hari. ”Saya tak ingin aksi jadi kacau, lalu isu kami hilang ditelan berita aksi buruh rusuh,” kata Iqbal saat diskusi gerakan buruh di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (24/4).

Mereka membentuk pasukan pengaman sendiri untuk mengamankan anggota dan mengatur gerak aksi buruh. Panglima Garda Metal Baris Silitonga dari FSPMI bertugas memastikan peserta aksi May Day terkendali geraknya. Garda Metal juga menjadi alat kampanye agar buruh menjadi anggota serikat buruh/serikat pekerja (SB/SP) dan menjadi alat propaganda perjuangan buruh.

Iqbal menambahkan, dia beberapa kali dipanggil Badan Intelijen Negara. ”Saya jelaskan, jangan sampai salah memetakan. Kalau kami dihalangi, tidak ada saluran suara buruh,” katanya.

Aksi May Day menjadi ujian bangkitnya kembali gerakan buruh. Apabila semasa Orde Baru hanya ada satu serikat buruh, SPSI, setelah reformasi tahun 1998 SB/SP tumbuh subur. Menurut Kemenakertrans, saat ini ada 6 konfederasi buruh, 91 federasi SB/SP serta di tingkat nasional ada 170 SB/SP dan di tingkat perusahaan 11.852 SP/SB. Adapun jumlah pekerja 3,4 juta orang.

Jumlah anggota itu berbeda dari klaim konfederasi. KSPSI pimpinan Andi Gani Nena Wea dalam situsnya mengklaim beranggotakan 5 juta orang. Sementara SPSI kini menjadi tiga organisasi.

Ketua Umum SPSI ”Kalibata” (berkantor di daerah Kalibata, Jakarta Selatan) Syukur Sarto tidak terlalu optimistis dengan rencana aksi damai May Day.

Alasannya, kunci kesejahteraan buruh dan keuntungan pengusaha ada pada pemerintah. Banyak faktor lain yang menentukan di luar urusan bipartit.

Sementara, KSPSI versi kongres di Batu, Jawa Timur, pimpinan Yorrys Raweyai, terbentuk 1 Februari lalu dan akan dikukuhkan 1 Mei nanti, sambil merayakan Hari Buruh. Yorrys menyatakan akan merevisi UU Ketenagakerjaan demi kesejahteraan buruh.

KSPI anggotanya lebih jelas, terdiri atas 9 federasi dengan sekitar 570.000 anggota. Salah satunya, FSPMI, yang punya 131.337 anggota yang tercatat nama dan alamatnya. Iuran terkumpul Rp 560 juta per bulan yang dikumpulkan di tingkat pabrik.

Terfragmentasinya serikat buruh memecah suara mereka. Menakertrans Muhaimin Iskandar juga menyayangkan terfragmentasinya organisasi buruh.

Oleh karena itu, aksi 1 Mei membawa isu buruh yang berkembang di pabrik-pabrik ke ruang publik sebagai isu penyatu.

Tuntutan buruh adalah memastikan jaminan sosial berjalan sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Juga subsidi rumah murah dan transportasi serta pendidikan murah.

Aksi juga menolak upah murah. Caranya, merevisi Keputusan Menakertrans No 17/2005 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang memuat hanya 46 komponen sehingga tak sesuai dengan keadaan. FSPMI membuat survei KHL sendiri dengan memasukkan 86 komponen. Hasilnya, komponen sewa tempat tinggal dan transportasi menyedot 45 persen upah buruh.

Oleh karena itu, ada aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) karena akan langsung menaikkan biaya sewa rumah dan transportasi.

Aksi juga menuntut dihapusnya sistem kerja waktu tertentu (outsource) dan praktik pelarangan berserikat oleh pengusaha.

Pengajar di Unika Atma Jaya Jakarta dan kandidat doktor hukum perburuhan dari Universitas Leiden, Surya Chandra, mengatakan, kesadaran membawa isu pabrik menjadi isu publik merupakan hasil pergulatan aktivis buruh sendiri.

Isu yang mereka perjuangkan awalnya untuk kepentingan sendiri, tetapi kemudian disadari isu tersebut juga jadi kepentingan masyarakat luas. ”Itu hasil temuan mereka sendiri melalui diskusi-diskusi buruh,” kata Surya.

Isu bersama itu lalu menjadi pengikat gerakan.

Sejarah

Sejak pemerintah meratifikasi Konvensi Nomor 87 Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang kebebasan berserikat pada 1998, organisasi buruh tumbuh subur. Rekson Silaban dalam diskusi buruh di LIPI, Selasa lalu, mengingatkan, salah satu ukuran keberhasilan perjuangan buruh adalah perjanjian kerja bersama (PKB) antara buruh dan pemberi kerja. Jumlah PKB sejak ratifikasi Konvensi ILO tetap 11.000-an, sementara jumlah peraturan perusahaan yang dibuat pengusaha 44.000.

Selain itu, meski upah secara nasional meningkat 8-10 persen per tahun, bila memperhitungkan inflasi dalam 10 tahun terakhir, menurut Bank Dunia, justru turun 2 persen.

Kamis kemarin terjadi dialog nasional di antara tiga konfederasi buruh. Presiden KSPSI ”Pasar Minggu” (karena berkantor di Jalan Raya Pasar Minggu) Andi Gani Nena Wea menyebut dialog nasional tersebut adalah dialog pertama di antara SP/SB.

”Buruh butuh payung kuat dan besar untuk memayungi gerakan bersama. Kami menyiapkan Manifesto Buruh yang menjadi cetak biru perjuangan buruh ke depan,” kata Andi.

Puncak ujian adalah pembacaan Manifesto Buruh di Gelora Bung Karno pada 1 Mei dan peresmian Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI).

Menurut Iqbal, MPBI adalah payung konfederasi dan federasi buruh dan pekerja se-Indonesia. MPBI tidak memiliki jabatan struktural, dipimpin presidium dari Presiden KSPI, KSPSI, KSBSI. Badan pekerja terdiri atas sekretaris jenderal konfederasi dan federasi. MPBI mengorganisasi gerakan, isu, dan strategi di pusat dan daerah. Penyatuan tanpa persatuan ini, menurut Surya Chandra, penting dan bertemu dalam isu bersama.

Sejarah baru gerakan buruh mulai ditulis. Apa hasilnya, tergantung apakah buruh mampu membangun sistem kepemimpinan dan organisasi yang transparan dan demokratis serta tak lumpuh oleh godaan partai politik atau tekanan pengusaha.


SUMBER BERITA :