Kenaikan Gaji

PERTANYAAN :

Berapa persenkah kenaikan gaji yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan yang bekerja selama 40 jam/minggu. Apakah ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal tersebut?

JAWABAN :

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No. 13/2003”) tidak mengatur secara tegas persentase kenaikan gaji atau upah kepada karyawan (pekerja/buruh). Undang-undang hanya mengatur kebijakan upah minimum dan beberapa kebijakan upahlainnya, seperti upah kerja lembur, penyimpangan no work no pay, upah -- masa -- cuti, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, fasilitas yang diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala upah, dan kebijakan upah untuk pesangon serta kebijakan upah untukpajak penghasilan (lihat pasal 88 ayat [2] dan ayat [3] UU No. 13/2003 jo pasal 4 PP No. 68/2009).

Kenaikan upah dan penentuan upah di atas upah minimum merupakan domain para pihak untuk memperjanjikan atau mengaturnya, baik dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan(PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB).

Walaupun demikian, dalam rangka kepastian hukum, dan untuk mengurangi gap serta jenjang upah yang terlalu jauh antara upah tertinggi dan terendah, maka peraturan perundang-undangan memberikan pedoman dan mengamanatkan kepada pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah sebagai salah satu kebijakan pengupahan (lihat pasal 92 ayat [1] UU No. 13/2003 jo pasal 10 ayat [1] Kepmenakertrans No. Kep-49/Men/IV/2004).

Dalam struktur dan skala upah tersebut, tergambar jenjang kenaikan upah standar yang mendasarkan/memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, (kualifikasi) pendidikan dankompetensi kerja masing-masing pekerja/buruh serta mempertimbangkan kondisi perusahaan (lihat pasal 92 ayat [2] UU No. 13/2003 jo pasal 10 ayat [2] Kepmenakertrans No. Kep-49/Men/IV/2004).

Terkait dengan kebijakan upah minimum, dalam undang-undang -- antara lain -- disebutkan bahwa pengusaha dilarang membayar (memperjanjikan) upah lebih rendah dari upah minimum. Apabila pengusaha memperjanjikan pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum (nietig, null and void) (lihat pasal 91 ayat [2] UU No. 13/2003). Selanjutnya ditegaskan juga bahwa dalam menetapkan (memperjanjikan) upah,dilarang atau tidak boleh ada diskriminasi antara pekerja/buruh laki-laki dan pekerja/buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya (lihat pasal 3 PP No. 8 Tahun 1981 jo pasal 6 UU No. 13/2003 dan UU No. 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100)

Demikian juga disebutkan, bahwa ketentuan upah minimum tersebut hanyalah standar upahpaling bawah untuk jabatan terendah (dalam struktur organisasi perusahaan) dengan masa kerja0 (nol) tahun atau kurang dari 1 (satu) tahun. Dengan demikian, secara a-contrario, upah untuk jenjang jabatan berikutnya ke atas, dan upah untuk karyawan dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun, tentunya harus di atas standar ketentuan upah minimum secara berjenjang. Sebaliknya, bilamana pengusaha telah memberikan (memperjanjikan) upah yang lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku, maka dilarang mengurangi atau menurunkan upah tersebut (lihatpasal 90 ayat [1] UU No. 13/2003 dan pasal 14 [lama] ayat [1] dan ayat [2] jo pasal 17 [lama] Permenaker No. Per-01/Men/1999).

Atas perintah undang-undang, Pemerintah juga menetapkan kebijakan upah minimum yang – mungkin -- masih didasarkan pada kebutuhan hidup minimum (KHM) atau – bahkan -- padakebutuhan fisik minimum (KFM), diarahkan kepada pencapaian upah berdasarkan standarkebutuhan hidup layak (KHL). Pada gilirannya -- secara bertahap -- semua standar upah minimum tersebut ditetapkan sesuai kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan -- tingkat -- produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (lihat pasal 88 ayat [4] jo pasal 89 ayat [2] UU No. 13/2003 dan pasal 2 ayat [1] Permenakertrans No. Per-17/Men/VIII/2005).

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dan terkait dengan pertanyaan Saudara, sekali lagi kami tegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai (persentase) kenaikan upah. Oleh karena itu, apabila belum disusun struktur dan skala upah, maka (persentase) jenjang upahdan kenaikan upah di atas upah minimum, haruslah disepakati di antara para pihak, baik secara personal maupun secara kolektif. Demikian juga, peninjauan besarnya (kenaikan) upah bagi pekerja/buruh yang telah menerima upah lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku atau dari standar yang disepakati, dilakukan sesuai ketentuan dalam perjanjian kerja (PK) dan/atauperaturan perusahaan (PP)/“kesepakatan kerja bersama” (PKB) (lihat pasal 17 [lama] dan pasal 18 [lama] Permenaker No. Per-01/Men/1999).

Demikian penjelasan kami, mudah-mudahan puas dengan jawaban tersebut.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Nomor 100 Organisasi Perburuhan Internasional mengenai Pengupahan yang Sama Bagi Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.

5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-49/Men/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah;

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum;

7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-102/Men/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur;

8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-17/Men/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak;


SUMBER BERITA :