Dilarang Menikah Selama Masa Kontrak Kerja

Pertama, ingin kami jelaskan terlebih dulu bahwa UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) tidak memberikan kewenangan kepada pengusaha atau perusahaan untuk membuat perjanjian kerja yang memuat ketentuan larangan menikah dan hamil selama masa kontrak kerja.

Namun demikian, UU Ketenagakerjaan tegas menyebutkan bahwa pengusahadilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja menikah, hamil, melahirkan, keguguran atau menyusui bayinya. Demikian diatur dalamPasal 153 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Lebih lanjut Pasal 153 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena pekerjanya menikah atau hamil, adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerjaan yang bersangkutan.

Dari ketentuan di atas terlihat bahwa pernikahan maupun kehamilan bukanlah alasan yang sah berdasarkan hukum untuk digunakan sebagai alasan memberhentikan pekerja. Dengan demikian, pelarangan menikah dan hamil dalam masa kontrak kerja terhadap pekerja juga tak beralasan hukum.

Selain itu, pelarangan untuk hamil dalam masa kontrak kerja jelas ditujukan kepada pekerja wanita. Sementara, berdasarkan ketentuan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), setiap orang, baik pria maupun wanita bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenegakerjaan. Sedangkan UU Ketenagakerjaan tegas menyebutkan pernikahan atau kehamilan bukan alasan untuk memecat pekerja.

Bahkan Pasal 49 Ayat (2) UU HAM memberikan perlindungan khusus terhadap wanita dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia




Semoga Bermanfaat Buat Anda


SUMBER BERITA :